Senin, 25 Maret 2013

Praktik Sosial Masyarakat Desa dalam Pembangunan Pariwisata di Kota Batu

PRAKTIK SOSIAL MASYARAKAT DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA WISATA DI KOTA BATU OLEH: AYU KUSUMA WARDHANI ABSTACK Globalization has brought a big impact to the tourism industry. Capitalism is one impact has brought by globalization, not only in capitalism economic also brought change in social order and cultural society. Indonesia is having the potency to be developed into tourism and it can create an effective economic climate in the region, while decentralization is allowing regions in Indonesia to develop their tourism potential. Since 2009, Batu was acknowledged as Batu Tourism City which established the resource potential and tourism industry. Having that tourism city label, all related agents and structures were synergizing to realize the tourism mission. This research aims to describe the process of social practices in one of the tourism village, namely Sumberejo, by using the structuration theory proposed by Anthonny Giddens. This research used a qualitative approach by applying the explanatory case method with a connected single case design. Data collection techniques used are observation, interview, and documentation were conducted with eleven informants as research subjects who were obtained through purposive sampling technique. The results obtained showed that the management of the tourism industry by the agents cannot be separated from the interests of each agent which were executed consciously. Duality occurs between agents and structures mutually interaction, also indicates the practice of signification, domination, and legitimate relations among the agents in the organization of rural tourism which can not be separated from the aspect of time and space. Keyword: Social Practice, Structuration, tourism village Globalisasi membawa berbagai perubahan luar biasa dalam kehidupan manusia di seluruh dunia. Antar bangsa dan negara terjadi keterkaitan. Mereka saling berinteraksi dan mengalami ketergantungan satu sama lain tanpa mengenal batasan ruang dan waktu. Pariwisata adalah salah satu gejala globalisasi, globalisasi dalam dunia pariwisata memungkinkan terjadinya transfer nilai maupun kebudayaan tanpa batas wilayah, ruang dan waktu, hal ini menjadi salah satu potret yang mewarnai perkembangan pariwisata di Indonesia. Perkembangan industri pariwisata di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tata kelola pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah telah menetapkan Destination Management Organization (DMO) yaitu tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian organisasi pariwisata di Indonesia yang ditetapkan pada tahun 2010 hingga 2014. Kota Batu sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kota Wisata Batu (KWB). Brand Kota Wisata Batu dikukuhkan oleh pemerintah kota Batu pada awal tahun 2009. Sejak itulah pemerintah kota Batu bersama seluruh pelaku industri pariwisata semakin berbenah untuk menjadi tuan rumah yang baik. Dengan adanya labeling Kota Batu menjadi Kota Wisata Batu ini merupakan identitas yang semakin menegaskan bahwa kota Batu merupakan sentra pariwisata di Jawa Timur dan di Indonesia. Sejak pemerintahan Walikota pertama Kota Batu, (Alm) Imam Kabul Kota Batu telah memploklamirkan diri sebagai Kota wisata berbasis pertanian, kala itu praktik pertanian, seperti memetik buah yang ada di Kusuma agrowisata menjadi primadona pariwisata di Kota Batu. Seiring dengan berjalannya waktu, pada masa pemerintahan Walikota keduanya Eddy Rumpoko Kota Batu semakin berbenah untuk menjadi daerah kunjungan wisata. Masih dengan program pariwisata berbasis pertanian, jenis pariwisata di Kota Batu semakin beragam. Lahirnya desa wisata merupakan program khusus untuk menjadikan potensi pertanian kota Batu sebagai salah satu obyek wisata. Hadirnya sembilan desa wisata yang ada di kota wisata Batu dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat ini, merupakan bukti bahwa obyek wisata berbasis pertanian berupa desa wisata merupakan suatu keunikan yang layak jual. Sembilan desa wisata tersebut adalah Desa Tlekung, Desa Sumbergondo, desa oro-oro ombo, Desa Torongrejo, Desa Punten, Desa Sumberejo, Desa Gunungsari, Desa Sidomulyo, dan desa Pendem. Masing-masing desa tersebut mempunyai ciri khas pariwisata dan keunggulan masing-masing. Teori strukturasi Anthony Giddens akan digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab praktik sosial yang melintasi batas ruang dan waktu, antara struktur dan agen serta agen dengan struktur yang terjadi terus-menerus. Dengan teori ini juga akan melihat bagaimana terjadinya konstruksi tingkat kesadaran yang dialami oleh masyarakat Desa Sumberejo sebagai aktor dari strukturnya. Fenomena Desa Wisata di Kota Batu Keberadaan desa-desa yang ada di Kota Batu dimanfaatkan sebagai potensi wisata yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Setiap potensi yang ada di desa-desa kota Batu dikemas menjadi produk wisata yang meramaikan industri pariwisata di Kota Batu. Sembilan desa wisata yang ada di Kota Batu dan terus dikembangkan untuk mendukung pembangunan pariwisata tersebut antara lain : 1. Desa Wisata Sidomulyo Keanekaragaman jenis tanaman bunga yang dikembangkan oleh masyarakat desa Sidomulyo dikemas menjadi potensi wisata. Sidomuyo terkenal sebagai sentra bunga di Kota Batu, tanaman bunga hias dapat ditemui di sepanjang jalan Sidomulyo sebagai salah satu wisata belanja bunga. Selain itu masyarakat desa sidomulyo juga mengembangakan Green house dan wisata petik bunga sebagai bagian dari paket wisata yang ditawarkan. 2. Desa Wisata Bumiaji Image sebagai Kota Apel sudah lama melekat pada Kota Batu. Bumiaji adalah desa penghasil tanaman buah apet terbesar di Kota Batu. Mengambil tema “wisata petik apel” wisatawan yang datang di desa Bumiaji dapat memetik buah apel langsung dari pohonnya. Wisata petik apel ini dijual dengan harga Rp 25.000/paket. Dengan tiket masuk tersebut, wisatawan dapat memtik buah apel langsung dari pohon dan makan sepuasnya di tempat. 3. Desa Wisata Sumberejo Desa Sumberejo merupakan salah satu desa di Kota Batu yang masih mempunyai lahan persawahan yang luas. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani sayur. Paket wisata utama yang ditawarkan disini adalah “wisata petik sayur”. Wisatawan dapat berpartisipasi dalam proses tanam maupun proses panen aneka jenis sayuran yang ditanam oleh petani Desa Sumberejo. 4. Desa Wisata Gunungsari Desa Gunungsari adalah daerah penghasil tanaman bunga mawar potong terbesar di Kota Batu. Tanaman bunga yang menjadi sumber penghidupan warga sekitar telah dijadikan potensi wisata. Desa Gunungsari menawarkan petik bunga mawar sebagai daya tarik utamanya. Dengan harga tiket masuk Rp 25.000, wisatawan dapat berjalan-jalan di lahan yang sepenuhnya ditanami bunga mawar, mereka juga bisa memetik tiga bunga mawar sebagai oleh-oleh dari desa wisata Gunungsari. 5. Desa Wisata Kungkuk Desa Kungkuk mempunyai aneka ragam atraksi. Keindahan alamnya dijadikan daya tarik wisata yang utama, beberapa perbukitan dan sumber mata air terdapat di Desa Kungkuk yang terletak di Kecamatan Bumiaji ini. 6. Desa Wisata Tulungrejo Tulungrejo merupakan sentra penghasil tanaman bunga krisan. Masyarakat desa Tulungrejo menjadikan potensi bunga krisan sebagai daya tarik wisata di desa ini, selain itu tanaman buah apel juga dapat ditemui di desa yang terletak di ujung kota Batu yang berbatasan dengan Mojokerto ini. 7. Kampung Kelinci Bulukerto Namanya tergolong unik, karena di desa Bulukerto banyak terdapat peternak kelinci. Kampung kelinci ini menawarkan jenis wisata edukasi, dapat dikunjungi sebagai sarana belajar berternak kelinci. Berbagai ras kelinci dikembangbiakan di desa ini. Tidak hanya itu, aneka olahan kelinci seperti Abon kelinci, Sate kelinci, dan Rica-rica kelinci juga merupakan makanan khas yang dapat dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung ke desa Bulukerto. 8. Desa Wisata Oro-oro Ombo Desa Oro-oro ombo menawarkan wisata alam sebagai potensi wisata utamanya. Selain terdapat banyak tempat rekreasi seperti Jawa Timur Park 1, Jawa Timur Park 2, dan Batu Night Spectacular (BNS) desa Oro-oro Ombo juga membunyai Coban Rais. Air terjun dan perkemahan Coban Rais merupakan paket wisata alam utama yang ditawarkan dalam paket wisata desa Oro-oro Ombo. 9. Desa Wisata Temas Desa Wisata Temas menawarkan paket wisata outbond sebagai daya tarik wisata utamanya. Selaain tempat outbound dan olahraga air, wisatawan juga bisa menikmati keindahan desa Temas dengan berkuda. Kajian Stukturasi pada Praktik Sosial Masyarakat Desa Wisata Sumberejo Program desa wisata dibuat dengan mempelajari terlebih dahulu karakteristik serta potensi desa Sumberejo sehingga tidak merubah tatanan kehidupan ekonomi masyarakat yang sudah berjalan. Masyarakat Desa Sumberejo mempunyai karakteristik agraris, humanis, dan dinamis. Masyarakat Sumberejo mayoritas menggantungkan hidupnya pada sektor agraris, seperti ciri khas masyarakat Desa pada umumnya masyarakat Desa Sumberejo juga sangat guyub, mereka masyarakat yang mau berinovasi dan bisa menerima perubahan ke arah yang lebih baik. Masyarkat Desa Sumberejo hidup rukun dan mau bergotong royong dalam membangun Desa, berdasarkan alasan tersebut tidak mengherankan jika masyarakat Desa Sumberejo menyambut baik adanya program Desa Wisata. Program Desa Wisata dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi wisata yang ada di Desa sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. Alasan untuk menambah kesejahteraan ekonomi masyarakat di sambut baik oleh mayoritas warga yang akhirnya tergabung dalam program Desa Wisata. Warga percaya bahwa program Desa Wisata akan menambah kesejahteraan mereka, disisi lain warga juga berpasrtisipasi dalam program pemerintah untuk mewujudkan Kota batu sebagai sentra wisata Jawa Timur. Struktur Signifikasi di Desa Wisata Sumberejo Struktur signifikasi mengacu pada identifikasi agen yang pada akhirnya mengacu pada skema “aturan” simbolik, penyebutan, pemaknaan, dan wacana. Pola penyebutan berkelanjutan ini akan merujuk pada signifikansi aktor pada praktik sosial di pembangunan desa wisata Sumberejo. Dalam pembangunan pariwisata di desa Sumberejo tidak dapat dipisahkan dari peran Pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu yang menangani segala bentuk praktik pariwisata di Kota Batu. Masyarakat Sumberejo dan pengelola desa wisata menyebut orang-orang pemerintahan yang mengambil bagian dalam praktik desa wisata sebagai “dinas”. Di desa Sumberejo “dinas” ini kemudian dimaknai ganda baik sebagai institusi maupun penyebutan pada individu yang terlibat di dalamnya. Selain “dinas” kata “deso” (desa) juga sering digunakan sebagai penyebutan untuk instansi atau individu yang terkait dengan pemerintahan desa (kelurahan). Tapi dalam praktiknya di lapangan pemerintah Desa Sumberejo belum berpartisipasi dalam pembangunan serta pengelolaan Desa wisata Sumberejo, baik itu pejabat di tingkat kepala kelurahan maupun perangkatnya, semua hal yang berkaitan dengan birokrasi langsung dibawah kendali Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu. Struktur signifikasi yang ada di Desa Sumberjo ini saling bersinergi dalam pembangunan pariwisata, ada komunikasi dan kerjasama terus menerus yang terjadi antara “dinas” dengan pengelola, juga pengelola dengan anggota. Dalam menjalankan pola signifikasi mereka bekerja sesuai dengan fungsi dan perannya dalam bidang pembangunan pariwisata, “dinas” menjadi induk yang membina pengurus/pengelola. Dalam lingkungan komunikasi kerja yang sama, pengurus/pengelola juga membawahi anggota desa wisata yang lain. Struktur Dominasi di Desa Wisata Sumberejo Struktur dominasi merupakan penguasaan atas barang, orang, maupun jasa untuk tujuan-tujuan tertentu. Pihak-pihak yang mempunyai signifikansi dalam program desa wisata juga membunyai kekuasaan sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing dalam keberlangsungan industri pariwisata Sumberejo. Peran pemerintah Kota yang dalam program desa wisata diwakili oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai induk dari penyelenggaraan pariwisata, mempunyai aturan main yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan desa wisata. Misalnya dalam pembuatan media promosi, brosur-brosur yang dibuat oleh semua desa wisata termasuk desa wisata Sumberejo mencantumkan nama serta logo Dinas Pariwisata dan kebudayaan serta pemerintah Kota Batu. Dalam pelaksanaan program desa wisata, dinas pariwisata hanya berperan sebagai pembina dan pengawas, tetapi karena perannya sebagai sebagai institusi maka tidak bisa lepas dari unsur politik. Dalam temuan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan, peran dalam pengelolaan desa wisata sepenuhnya dilaksanakan oleh pengurus desa wisata. tetapi dinas pariwisata juga mengambil bagian dalam menentukan harga dan mengawal proses pelaksanaan. Dinas pariwisata sebagai institusi pemerintah yang berkaitan langsung dengan desa wisata juga memberikan bantuan modal melalui alokasi dana APBD. Jadi secara praktis yag tergambar disini adalah fungsi politik dinas dapat berjalan karena dinas juga sebagai institusi ekonomi yang memberikan bantuan dana untuk pembangunan desa wisata. Struktur Legitimasi di Desa Wisata Sumberejo Pengelola desa wisata sebagai agen yang berhubungan langsung dengan wisatawan dan pihak-pihak terkait juga mempunyai aturan sendiri. Ada pembedaan tugas dan wewenang yang jelas yang harus dilakukan oleh pengurus maupun anggota saat ada wisatawan atau grup yang mengambil paket wisata di desa Sumberejo. Terkait hubungannya dengan pihak lain atau tenaga promosi diluar keanggotaan desa wisata, telah diatur dan berhak mendapat bagian 10% dari hasil transaksi. Aturan-aturan yang sudah ada dan dibuat tersebut dijalankan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam program desa wisata Sumberejo. Dengan adanya aturan yang bersifat mengikat tersebut diharapkan mampu menjaga stabilitas kehidupan di desa walaupun desa Sumberejo dijadikan desa wisata. 5.3.4 Hubungan Dominasi, Signifikansi, dan Legitimasi (D-S-L) di Desa Wisata Sumberejo sebagai Praktik Sosial dalam Pengembangan Pariwisata Dalam praktik sosial yang terjadi di masyarakat, pola hubungan antara dominasi, signifikansi, dan legitimasi tidak berlaku sendiri-sendiri melainkan saling berkaitan satu sama lain dan membentuk pola perlaku spesifik di dalam pelaksanaan program desa wisata Sumberejo. Pemerintah Kota Batu melalui Dinas Pariwisata dan kebudayaan misalnya sebagai “dinas” yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan desa wisata memberkan aturan main tidak tertulis atas pemberlakuan harga paket wisata yang ada di semua desa wisata. Walaupun dinas pariwisata tidak turun langsung dalam pelaksanaan program, tetapi dinas mempunyai kuasa dalam merumuskan kebijakan harga, agar tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara satu desa wisata dengan desa wisata lainnya. Juga dalam pembuatan media promo, seperti produksi iklan dan profil desa wisata. Dinas pariwisata mempunyai kekuatan untuk meminta desa-desa wisata melakukan program promosi yang telah diagendakan. Praktik dominasi, signikasi dan legitimasi yang lebih kompleks terjadi antara pengelola desa wisata dalam pelaksanaan program desa wisata di Sumberejo. Sebagai pengelola mereka mempunyai kebijakan yang tentu saja telah diperhitungkan dan membawa keuntungan untuk diri mereka pribadi. Agen yang tergabung dalam pengelolaan desa wisata memiliki dominasi dalam berbagai hal, misalnya saat ada wisatawan dalam bentuk group yang datang ke desa wisata Sumberejo. Home stay atau villa milik agen akan direkomendasikan terlebih dahulu, hal ini juga berlaku untuk wisata petik sayur karena lahan-lahan persawahan milik pengelola desa wisata akan dijadikan tujuan utama para wisatawan. Praktik semacam ini tentu menjadi hal yang sangat biasa, ada hubungan emosional yang terjadi antara dinas pariwisata dan pengelola desa wisata yang menjadikan interaksi saling ketergantungan ini terus terjadi. Hubungan yang sangat nyata terjadi saat dinas Pariwisata membawa grup atau rombongan wisatawan yang akan mengambil paket wisata di desa Sumberejo, aka nada berbagai kemudahan yang didapat dan saling menguntungkan. Dinas Pariwisata akan mendapat harga khusus dari pengelola desa wisata, pada praktik ini pengelola desa wisata juga tidak dirugikan karena dinas pariwisata telah membawa wisatawan yang akan menggunakan jasa paguyuban desa wisata dalam penyelenggaraan acaranya. Legitimasi yang terjadi bukan keputusan tertulis, tapi secara otomatis bersifat mengikat dan dilakukan secara sadar oleh pengelola atau paguyuban desa wisata. Kesimpulan : Dalam praktik sosial program desa wisata di Sumberejo ada hubungan yang terjalin dan saling mempengaruhi serta berlangsung terus menerus melintasi batas ruang dan waktu. Ada pola atau hubungan antara Dominasi, Signifikansi dan Legitimasi yang terjalin. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan berbagai hubungan dualitas antara agen dan struktur dalam industri pariwisata desa Sumberejo. Seumber Daya alam dan tata aturan yang berlaku di masyarakat tidak bisa begitu saja menjadi bagian dari industri Pariwisata Kota Batu tanpa adanya peran struktur, begitu juga tanpa adanya struktur maka agen tidak dapat menjalankan pola D-S-Lnya dalam pengelolaan desa wisata Sumberejo. Daftar Pustaka Giddens. A. 1984. The Constitution of Society: The Outline of the Theory of Stucturation. Pitana, I Gede, dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwista. Yogyakarta Ritzer, George dan Douglas, J. Goddman. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Wibowo, I. 2000. Basis edisi khusus Anthony Giddens. Jakarta: Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar